Kebangkitan Ajaran Luhur Nusantara
By Admin
Oleh : Babul Ulum
nusakini.com, Saat menyelesaikan tugas akhir doktoral, sempat terlintas di pikiran, mengapa bahkan dalam ranah akademikpun kita terus dijajah. Pelbagai istilah asing tumpek-blek mendikte pola pikir akademisi kita. Beberapa istilah jawa yg aku tulis di disertasi diminta diganti. Aku sempat protes, kenapa istilah asing boleh ditulis dan istilah Jawa tidak.
Ajaran/konsep asing rame diumbar. Ajaran leluhur ditinggal. Dalam rumpun ilmu-ilmu sekuler mereka bangga mengutip, mengadobsi, dan menyontek konsep, istilah dan idiom bule. Sedangkan dalam rumpun agama (islam) bangga dengan idiom-idiom arab. Akibatnya, mereka yg sekuler sok kebarat-baratan. Dan yg agamis sok kearab-araban.
Padahal baik barat maupun arab sama-sama penjajah dan perusak peradaban leluhur kita. Sejak jaman baheula--sekali lagi saya tegaskan-- yg merusak bangsa kita adalah bangsa eropa dan arab, dan bukan bangsa china. Kita harus sadar itu.
Nusantara kita di masa lalu adalah pusat peradaban dunia. Ketika belahan dunia eropa dan arab masih sibuk memangsa antar sesama, leluhur kita berhasil membuktikan keunggulannya. Candi borobudur dan yg terakhir ditemukan, situs gunung padang, menjadi bukti keunggulan peradaban material leluhur nusantara.
Dalam ranah immaterial pun, mereka tidak kalah dari bangsa lain dalam melahirkan pelbagai konsep dan belakang hari dicontek oleh ilmuwan luar negeri. Yaitu cakra manggilingan. Sebuah ritme perputaran waktu, berputarnya roda kehidupan baik makro atau mikro, yg membawa kisah hampir sama dari masa ke masa.
Memang sejarah tidak pernah berulang secara persis detil peristiwanya. Tetapi ada pola kejadian sebab-akibat serupa yg selalu terulang di setiap zaman oleh banyak aktor yg berbeda tetapi memainkan peran yg sama.
Oleh ilmuwan bule konsep tersebut dicontek menjadi historical critical methode. Metode kritik sejarah yg dipakai untuk membaca sejarah umat manusia. Oleh ilmuwan arab, ibnu khaldun, juga dicontek dalam muqaddimahnya.
Intinya baik eropa maupun arab keduanya selain merampas juga merusak khazanah leluhur nusantara kita. Tiba saatnya bagi jiwa-jiwa lama untuk bangkit melawan segala bentuk penjajahan barat maupun arab. Di antara yg harus dilawan adalah ideologi import baik ideologi politik, ekonomi bahkan agama sekalipun yg telah merusak tatanan luhur nusantara kita.
Kita harus berani menampilkan jati-diri sebagai penerus ajaran luhur para leluhur kita dengan kepala tegak. Dalam kehidupan beragama, leluhur kita sejatinya jauh lebih unggul dalam memegang dan menghayati kepercayaannya daripada mereka yg memahami ajaran agama import, tidak terkecuali agama Islam.
Bahkan di dunia Islam, segala bentuk kekerasan, pembunuhan, kekacauan, dan peperangan terjadi atas nama agama. Hal ini terjadi karena mereka beragama tanpa spiritualitas tapi sekedar formalitas.
Spiritualitas agama hilang karena agama direduksi menjadi Mazhab. Lalu sekte. Dan berakhir menjadi cult. Itulah yg terjadi pada semua agama import. Termasuk agama Islam yg bercabang menjadi dua arus besar; Sunni dan Syi'ah.
Sunni bercabang menjadi anak arus yg kecil-kecil; Khalaf dan Salaf. Khalaf bercabang menjadi Asy'ari dan al-Maturidi. Asy'ari bercabang menjadi NU dan Sufi. Dan NU bercabang menjadi garis lurus dan garis lucu. Sufi menjelma menjadi thariqah. Thariqah menjadi mu'tabarah dan ghairu mu'tabarah. Ada lagi yg berubah menjadi Ahmadi; lahori dan qodiyani. Demikian seterusnya.
Madzhab salaf berubah menjadi Salafi-Wahabi. Pecah menjadi jihadis dan ideologis. Pecah lagi menjadi Al-Qaida dan ISIS. Pecah lagi menjadi FPI, HTI dan MUI. Dan semuanya mengklaim sebagai pemegang kunci surga.
Dalam madzhab Syi'ah pun demikian. Bercabang menjadi imami, zaidi, Ismaili. Bercabang lagi menjadi Syiah London dan Syi'ah Amerika. Syiah Iran dan Syi'ah Irak. Syiah Suriah dan Syi'ah Lebanon.
Semuanya berlomba menanam pengaruh di tanah air kita. Atas nama Tuhan mereka berangus ajaran luhur ibu Pertiwi. Mereka ciptakan konflik antar sesama anak negri. Apakah ajaran seperti itu pantas diikuti?
Saatnya kita lepas formalitas agama apalagi Mazhab. Tidak ada lagi Sunni-Syiah. Sufi-fiqhi. Apalagi salafi Wahabi dan MUI. (*)